Bacasore.com – Lapangan Tugu Bengkalis, yang terletak di tengah Kota Bengkalis, menjadi simbol kehidupan masyarakat setempat dan pusat peradaban di wilayah ini.
Di sana, terpampang tanjak dengan ukuran besar.
Tanjak adalah ikat kepala untuk pria khas Melayu yang mirip dengan udeng Bali.
Terkenal sebagai tempat nongkrong populer di malam hari, lapangan ini menawarkan kombinasi sempurna antara warisan budaya dan keindahan alam yang memesona.
Lapangan Tugu Bengkalis tidak hanya sekadar ruang terbuka, tetapi juga cerminan kehidupan sehari-hari masyarakat Bengkalis.
Di salah satu pojok lapangan, terdapat sebuah tugu yang menjadi landmark kota ini: tugu mesin pengebor minyak.
Tugu ini bukan hanya sekadar dekorasi, ia melambangkan kekayaan sumber daya alam utama di Kabupaten Bengkalis, yaitu minyak bumi.
Keberadaannya mengingatkan setiap pengunjung akan pentingnya industri minyak dalam sejarah dan ekonomi daerah ini.
Saat senja menjelang, Lapangan Tugu Bengkalis bertransformasi menjadi tempat berkumpul yang ramai.
Suasana malam di sini begitu menawan dengan lampu-lampu yang menerangi tugu dan sekitarnya, menciptakan suasana yang romantis dan penuh kenangan.
Pengunjung dapat menikmati pemandangan indah sekitar lapangan sambil menikmati udara segar dan cahaya gemerlap kota.
Selain menikmati keindahan visual lapangan dan tugu, pengunjung juga bisa menjelajahi berbagai aktivitas di sekitar area ini.
Berbagai tempat makan dan kafe menyediakan pilihan kuliner lokal yang lezat, memungkinkan pengunjung untuk merasakan cita rasa khas Bengkalis.
Selain itu, toko-toko suvenir di sekitar lapangan menawarkan barang-barang unik yang bisa dibawa pulang sebagai kenang-kenangan.
“Ada banyak ragam di sini, ada jual makan, minuman, dan lainnya,” tegas Jamal kepada awak media, Minggu malam, 14 Juli 2024.
Lapangan Tugu Bengkalis tidak hanya sebuah lapangan biasa, tetapi juga jantung dari kehidupan sosial dan budaya di Kota Bengkalis.
Dengan kombinasi antara simbol sejarah dan pesona malam yang memikat, tempat ini layak dikunjungi bagi siapa pun yang ingin merasakan kehidupan malam yang berkesan di Riau.
Mengenal Tanjak: Penutup Kepala Tradisional Masyarakat Melayu
Tanjak adalah salah satu penutup kepala tradisional yang memiliki peranan penting dalam budaya Melayu.
Tanjak dikenal dengan berbagai nama lain seperti mahkota kain, ikat-ikat, atau tengkolok, dan biasanya dikenakan oleh laki-laki.
Penutup kepala ini tidak hanya berfungsi sebagai aksesori, tetapi juga simbol status sosial, budaya, dan sejarah yang kaya.
Tanjak telah ada sejak masa Kesultanan Palembang berkuasa dan dipakai oleh para priyai, pembesar, bangsawan, serta tokoh masyarakat.
Bukti keberadaan tanjak dapat ditemukan dalam beberapa sketsa atau lukisan sejarah.
Seperti dalam peristiwa Perang Palembang (1819-1821), pengasingan SMB II (3 Juli 1821), Perang Jati (Lahat) tahun 1840-an, Perang Gunung Merakso (Lintang) tahun 1845, dan Perang Mutir Alam (Besemah) tahun 1860.
Pada tahun 1823, Belanda menghapuskan penggunaan tanjak dari Kesultanan Palembang Darussalam, namun penggunaan tanjak masih tetap eksis hingga sekarang sebagai simbol budaya.
Makna dan Filosofi Tanjak
Kata ‘tanjak’ berasal dari bahasa Melayu Palembang ‘tanjak’ atau ‘nanjak’, yang berarti naik atau menjulang ke tempat yang tinggi.
Dari namanya, tanjak dibuat menjulang tinggi dengan ujung yang meninggi berbentuk segitiga.
Tanjak bukan hanya sekadar penutup kepala, tetapi juga memiliki makna filosofis yang mendalam.