Scroll untuk baca artikel
Berita

Menelusuri Sejarah dan Keunikan Budaya Desa Pegayaman di Bali

53
×

Menelusuri Sejarah dan Keunikan Budaya Desa Pegayaman di Bali

Sebarkan artikel ini
Desa Pegayaman di Bali
Desa Pegayaman di Bali

Bacasore.com – Desa Pegayaman, yang terletak di Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, Bali, merupakan sebuah desa yang kaya akan sejarah, budaya, dan harmoni antarumat beragama. Sejarah terbentuknya komunitas Islam di desa ini memiliki akar yang dalam, dimulai sejak masa pemerintahan Kerajaan Buleleng. Pada masa pemerintahan Ki Barak Panji Sakti, beliau pernah membantu Kerajaan Mataram, yang mana atas jasanya, Ki Barak Panji Sakti diberikan 100 orang prajurit dan seekor gajah. Keseratus prajurit tersebut merupakan kelompok Islam pertama yang hadir di Bali Utara dan menjadi cikal bakal terbentuknya komunitas Islam di Desa Pegayaman.

Akulturasi Budaya yang Mewarnai Desa Pegayaman

Interaksi antara kelompok Muslim dengan masyarakat Bali di Pegayaman seiring berjalannya waktu tidak hanya menghasilkan toleransi yang luar biasa, tetapi juga menciptakan akulturasi budaya yang khas. Salah satu contoh akulturasi ini adalah dalam hal pemberian nama keluarga. Masyarakat Muslim di Pegayaman mengadopsi tradisi pemberian nama seperti yang berlaku di Bali, seperti Made, Ketut, Nyoman, dan sebagainya, yang merupakan ciri khas dari budaya Bali.

Akulturasi budaya ini tidak hanya terbatas pada aspek sosial, namun juga merambah pada aspek keagamaan dan peribadatan. Toleransi antarumat beragama di Desa Pegayaman sangat terlihat dalam pelaksanaan hari raya keagamaan, baik bagi umat Hindu maupun Islam. Ketika perayaan Hari Raya Nyepi, masyarakat Muslim ikut menghormati dengan menghentikan segala aktivitas dan menjaga ketenangan, yang merupakan bentuk penghormatan terhadap umat Hindu yang merayakan Nyepi. Begitu pula saat perayaan Galungan dan Kuningan, umat Hindu memberikan makanan halal kepada masyarakat Muslim.

Gotong Royong dan Toleransi pada Hari Raya Keagamaan

Di sisi lain, ketika umat Muslim merayakan hari raya keagamaan seperti Idul Fitri, Idul Adha, dan Maulid Nabi, masyarakat Hindu juga turut terlibat dalam kebersamaan tersebut. Salah satu tradisi yang khas adalah “Ngejot”, yaitu memberi makanan kepada tetangga sekitar, yang menguatkan ikatan kekeluargaan dan rasa kebersamaan antar warga desa. Selain itu, mereka juga memiliki tradisi seperti Penapean (membuat tape), Penyajahan (membuat jajan), dan Penampahan (penyembelihan hewan), yang menunjukkan betapa dalamnya akar budaya Bali dalam kehidupan masyarakat Muslim Pegayaman.

READ  Tampang Ayah Kocong Ubud Kid Viral Beredar di TikTok

Pada bulan Ramadan, ketika umat Muslim berpuasa, terdapat tradisi megibung, yang merupakan kebersamaan dalam berbuka puasa. Tradisi ini mengingatkan kita akan nilai-nilai gotong royong yang sangat dijunjung tinggi dalam budaya Bali. Bahkan, dalam perayaan Maulid Nabi, masyarakat Pegayaman meyakini hari tersebut sebagai hari otonan Nabi Muhammad dan merayakannya dengan membuat dan mengarak Sokok Base dan Sokok Taluh, sebuah upacara religius yang unik dan menggambarkan kedalaman spiritual masyarakat Pegayaman.

Kesenian Musik Burdah yang Mencerminkan Harmoni Budaya

Salah satu aspek menarik lainnya dari Desa Pegayaman adalah kesenian musik Burdah. Kesenian ini terbilang unik, karena memiliki ciri khas yang berbeda dengan Burdah yang ada di luar daerah Bali. Jika kita mendengarkan lantunan syair dalam Burdah di Pegayaman, kita akan menemukan kesamaan dengan kidung Bali, yang menunjukkan betapa akulturasi budaya antara Islam dan Bali telah melahirkan bentuk seni yang kaya dan mempesona. Selain itu, seluruh anggota sekaa (kelompok) Burdah di desa ini mengenakan busana khas Bali, yang semakin menegaskan harmonisasi budaya di desa tersebut.

Desa Pegayaman bukan hanya sebuah desa dengan kekayaan sejarah yang luar biasa, tetapi juga sebuah contoh nyata bagaimana akulturasi budaya dapat terjadi dengan harmonis antara dua agama yang berbeda. Toleransi, gotong royong, dan saling menghormati antarumat beragama menjadi fondasi kuat dalam kehidupan sosial masyarakat Desa Pegayaman. Melalui tradisi, seni, dan perayaan hari raya keagamaan, Pegayaman menunjukkan bahwa keberagaman adalah kekuatan yang menyatukan masyarakatnya. Desa ini tidak hanya menjadi tempat tinggal bagi umat Islam dan Hindu, tetapi juga menjadi contoh bagaimana keberagaman budaya dapat hidup berdampingan dengan damai dan saling melengkapi. (*)

READ  Ibu Tiri Usir Siswa Blitar karena Lebih Pintar dari Anak Kandungnya, Esa Akhirnya Ngemis di Lampu Merah

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *